Kertha Gosa berarti tempat pembahasan segala sesuatu yang bertalian dengan situasi keamanan, kemakmuran serta keadilan wilayah kerajaan Bali. Siapa yang mempunyai ide serta pendiri dari pada Kertha Gosa ini tidaklah jelas. Namun menurut Candra Sengkala yang terpahat di Pemedal Agung (Pintu Utama) Puri, Kertha Gosa sudah ada pada tahun Caka Cakra Yuyu Paksi-paksi, yang masing-masing bernillai 1.6,2,2. Jadi tahun 1622 atau tahun 1700 Masehi ketika I Dewa Agung Jambe sedang memerintah Klungkung.
Kertha Gosa ialah satu obyek wisata andalan kabupaten Klungkung, Bali. Dibangun pada tahun 1622 atau 1700 Masehi oleh Dewa Agung Jambe, Taman Gili Kertha Gosa memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki obyek wisata lainnya. Kertha Gosa adalah sebuah bangunan terbuka (bale) yang secara resmi merupakan bagian dari kompleks Puri Semarapura. Kertha Gosa telah direnovasi dan dilestarikan oleh pemerintah. Di dalam tembok dengan ukiran tradisional Bali, terdapat tiga bangunan berdiri disebut Bale Kertha Gosa, Bale Kambang (Taman Gili) dan Museum Semara Jaya dan satu bangunan berada di luar lokasi Kertha gosa yaitu Monumen Puputan. Bale Kertha Gosa merupakan sebuah bangunan tinggi di sudut kanan setelah pintu masuk, serta Bale Kambang (Taman Gili) yang lebih besar terletak di tengah dan dikelilingi oleh kolam, sedangkan Museum Semara Jaya yang terletak di sebelah barat Bale Kambang yang berisi barang-barang peninggalan sejarah Kerajaan Klungkung dan yang terkahir bangunan Monumen Puputan yang berada di luar lokasi Kertha Gosa tepatnya sebelah utara lokasi Kertha Gosa dan disebelah timur Kantor Bupati Klungkung.
Bale Kertha Gosa
Selain arsitektur bangunan yang indah, keunikan Kertha Gosa terletak di langit-langit bale yang ditutupi dengan lukisan tradisional bergaya Kamasan. Kamasan adalah sebuah desa di kecamatan Klungkung yang terkenal dengan ciri khas lukisan wayangnya. Lukisan Kamasan biasanya mengambil epik seperti Ramayana atau Mahabharata sebagai tema lukisan. Lukisan Kamasan biasanya ditemukan di Pura-Pura sebagai hiasan yang memiliki banyak arti.
Sebelumnya lukisan di langit-langit Kertha Gosa dibuat pada kain, namun pada tahun 1930 dipugar dan dicat pada eternit. Lukisan-lukisan di langit-langit Kertha Gosa menawarkan pelajaran rohani yang berharga. Jika seseorang melihat hal ini secara rinci, pada setiap bagian langit-langit menceritakan cerita yang berbeda, terdapat satu bagian yang bercerita tentang karma dan reinkarnasi, dan bagian lain menggambarkan setiap fase kehidupan manusia dari lahir sampai mati. Lukisan dibagi menjadi enam tingkatan, yang mewakili akhirat, serta yang paling atas yaitu nirwana.
Kertha Gosa ternyata juga pernah difungsikan sebagai balai sidang pengadilan yaitu selama berlangsungnya birokrasi kolonial Belanda di Klungkung (1908-1942) dan sejak diangkatnya pejabat pribumi menjadi kepala daerah kerajaan di Klungkung (Ida I Dewa Agung Negara Klungkung) pada tahun 1929. Bahkan, bekas perlengkapan pengadilan berupa kursi dan meja kayu yang memakai ukiran dan cat prade masih ada. Benda-benda itu merupakan bukti-bukti peninggalan lembaga pengadilan adat tradisional seperti yang pernah berlaku di Klungkung dalam periode kolonial (1908-1942) dan periode pendudukan Jepang (1043-1945). Pada tahun 1930, pernah dilakukan restorasi terhadap lukisan wayang yang terdapat di Kertha Gosa dan Bale Kambang oleh para seniman lukis dari Kamasan dan restorasi lukisan terakhir dilakukan pada tahun 1960.
Bale Kambang(Taman Gili)
Bale Kambang adalah sebuah bangunan indah di tengah kolam. Lukisan Kamasan di langit-langit menggambarkan kisah dari epik Sutasoma. Kedua sisi dari jembatan menuju bale dijaga oleh patung-patung yang mewakili karakter dari epik dengan latar belakang kolam teratai. Tema dalam lukisan menunjukkan bahwa bangunan tersebut difungsikan sebagai tempat bagi keluarga kerajaan untuk mengadakan upacara agama untuk ritual Manusa Yadnya seperti pernikahan dan upacara potong gigi.
Museum Semara Jaya
Di dalam komplek Objek Wisata Kertha Gosa terdapat sebuah museum yaitu Museum Semarajaya. Museum Semarajaya dibangun pada Gedung Bekas Sekolah MULO (Sekolah Menengah Jaman Belanda) dan bekas SMPN 1 Klungkung yang terletak dalam komplek Kertha Gosa dan Pemedal Agung (pintu bekas kerajaan Klungkung), tepatnya di Jalan Untung Surapati, Klungkung.
Di dalam Museum dipamerkan barang-barang dari jaman prasejarah sampai benda-benda yang dipergunakan selama perang puputan Klungkung. Museum Semarajaya diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 28 April 1992. Dalam Museum ini dapat dilihat barang-barang yang dipergunakan sebagai perlengkapan upacara adat oleh raja-raja Klungkung serta foto-foto dokumentasi keturunan raja-raja di Klungkung.
Bangunan museum memiliki gaya arsitektur unik yang mengesankan yaitu perpaduan dari arsitektur gaya Belanda jaman dulu dengan arsitektur tradisional Bali. Gedung tersebut memang dibangun pemerintah Belanda setelah runtuhnya kerajaan Klungkung pada tanggal 28 April 1908, jadi jelasnya gedung tersebut dibangun pada tahun 1920. Kini gedung yang penampilannya lain dari pada yang lain diantara gedung-gedung yang ada di lingkungan wilayah tersebut, dipergunakan oleh pemerintah Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung sebagai gedung Museum Semarajaya, setelah mendapat rehab yang intensif. Gedung ini memang menonjolkan kharismanya tersendiri dan menimbulkan daya pesona bagi siapa saja yang memandangnya terutama bagi wisatawan mancanegara maupun nusantara yang banyak berkunjung ke komplek Kertha Gosa.
Monumen Puputan
Tugu atau bangunan ini menjulang tinggi setinggi 28 meter dari alas/dasar bangunan di tengah-tengah kota Semarapura berbentuk Lingga-Yoni yang dibangun pada areal seluas 123 meter persegi, diberi nama Monumen Puputan Klungkung yang peresmiannya dilakukan oleh Bapak Menteri Dalam Negeri pada tanggal 28 April 1992. Seluruh bangunan monumen tersebut dibuat dengan batu hitam sehingga selaras dengan makna filsafat Hindu yaitu puputan atau perang habis-habisan yang dilakukan oleh putra-putri terbaik kerajaan klungkung bersama-sama dengan rakyatnya.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa-jasa pahlawannya, demikian untaian kata-kata yang menjadikan motivasi Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung dalam membangun monumen Puputan Klungkung guna mengenang dan menghargai jasa-jasa para pahlawan ksatria yang telah gugur dan rela mengorbankan jiwa raganya serta harta bendanya dalam mempertahankan dan menjunjung harga diri serta martabat nusa dan bangsa dari perkosaan oleh kolonial. Monumen Puputan Klungkung yangmerupakan Tugu peringatan dari suatu peristiwa bersejarah yang terjadi pada hari selasa Umanis tanggal 28 April 1908 dan pada areal monumen tersebut telah terjadi/pernah terjadi puputan atau perang habis-habisan yang merupakan satu bukti perlawanan gigih melawan usaha-usaha penjajah Belanda dalam menancapkan kuku-kuku imprealismenya.
Rakyat Klungkung yang cinta kemerdekaan sangat menghormati dan menjunjung tinggi keluhuran dan kesucian tumpah darah dibawah pimpinan seorang raja yang berkuasa pada waktu itu dan diikuti para bahudanda yang setia telah gugur bergelimang darah akibat hantaman peluru-peluru Belanda. Itulah Klungkung yang walaupun wilayahnya hanyalah setitik kecil dari wilayah persada nusantara, namun sanggup menjunjung dan memegang teguh jiwa heroisme dan patriotisme melalui perang puputan. Monumen Klungkung berbentuk Lingga dan Yoni didirikan di atas areal seluas 123 meter persegi, dilengkapi dengan 4 buah bale bengong pada sudut-sudut halamannya. Bagian bawah lingga terdapat ruangan yang sangat besar berupa gedung persegi empat yang berpintu masuk berupa gapura sebanyak 4 buah yakni satu dari timur, satu dari selatan, satu dari barat dan satu lagi dari utara. Ketinggian monumen itu dari dasar sampai ke puncak lingga adalah 28 meter. Sedangkan antara gedung/ruang bawah dengan lingga terdapat semacam bangunan kubah bersegi delapan dialasi kembang-kembang teratai sebanyak 19 buah. Ini keseluruhannya mencerminkan tanggal 28 april 1908. Puputan Klungkung itu kini diperingati setiap tahun. Sedangkan di dalam ruangan monumen dilengkapi dengan diorama, yang menggambarkan perjuangan rakyat Klungkung bersama rajanya dan patung raja klungkung pertama.
1 komentar
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus